Posted on

MASA KERAJAAN MATARAM ISLAM “MASA KEJAYAAN HINGGA KERUNTUHAN”

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam,Kesultanan mataram memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan islam di Nusantara (Indonesia). Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak islam di Jawa.Perintis berdirinya Kerajaan Mataram adalah Kyai Gede Mataram yang memiliki nama asli Kyai Ageng Pamanahan.adalah pengikut setia Joko Tingkir ketika mendirikan Kerajaan Pajang dengan melumpuhkan Arya Panangsang
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana wilayah Kerajaan Mataram Islam?
2. Bagaimana birokrasi pada masa Kerajaan Mataram Islam?
3. Bagaimana kondisi masyarakatnya?
4. Bagaimana puncak kejayaan Mataram Islam?
5. Bagaimana Kerajaan Mataram Islam runtuh?
C.Tujuan Permasalahan
1. Mengetahui seberapa luas cakupan wilayah Kerajaan Mataram Islam.
2. Mengetahui sistem birokrasi dan pemerintahan pada masa Kerajaan Mataram Islam.
3. Mengetahui kondisi masyarakat pada masa tersebut.
4. Mengetahui puncak kejayaan Mataram Islam.
5. Mengetahui penyebab runtuhnya Kerajaan Mataram Islam.

BAB II
PEMBAHASAN

1) Wilayah Kerajaan Mataram Islam
Mataram islam mencapai puncak kejayaanya pada masa pemerintahan raja ke tiga yaitu Sultan Agung. Raja Sultan Agung memeritah dari tahun 1613 sampai dengan tahun 1645. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Pada waktu itu wilayah kekuasaanya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian dari Jawa Barat. Wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram dibagi menjadi beberapa kesatuan wilayah besar.(Marwati.Nugroho.1990:1)
Urutan pembagian wilayah dari pusat ke daerah adalah sebagai berikut: istana atau keraton raja merupakan pusat negara dan terletak di ibu kota negara, yang bisa disebut dengan wilayah kutanegara. Selanjutnya wilayah yang mengitari kutanegara disebut wilayah Negara Agung. Menurut Serat Pustaka Raja Puwara wilayah Negara Agung ini semula dibagi menjadi empat bagian yang meliputi daerah daerah-daerah Kedu, Siti Ageng atau Bumi Gede, Begelen, dan Pajang. (Marwati.Nugroho.1990:1)
Pada masa Sultan Agung masing-masing daerah itu dibagi lagi menjadi dua bagian. Daerah Kedu dibagi menjadi daerah Siti Bumi dan Bumijo. Masing-masing terletak disebelah barat dan timur sungai Progo. Daerah Siti Ageng dibagi menjadi Siti Ageng Kiwa dan Siti Ageng Tengen. Daerah Bagelan dibagi menjadi daerah Sewu dan daerah Numbak. Sedangkan daerah Pajang dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah sukowati dan daerah Panekar ialah daerah pajang itu sendiri. (Marwati.Nugroho.1990:2)
Wilayah yang diluar negara Agung, tetapi tidak meliputi daerah pantai disebut Mancanegara. Karena wilayah kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian dari Jawa Barat, maka dibagi dalam dua bagian, yaitu Mancanegara wetan (timur) dan Mancanegara kilen (barat). Wilayah yang terletak disepanjang pantai Utara disebut Pasisiran. Pesisiran juga dibagi menjadi Pasisiran Kilen dan Pasisiran Wetan. Batas wilayah ini adalah Sungai Tedunan dan Sungai Serang. Untuk mengurusi wilayah yang luas disusun jabatan-jabatan pemerintahan yang secara hierarkis menyilang dari atas kebawah dan menyebar dari pusat ke daerah. (Marwati.Nugroho.1990:2)
Sistem pembagian wilayah pada awal abad ke-18 mengalami perubahan dengan adanya pengaruh kekuasaan VOC. Setelah raja Sultan Agung wafat, kemunduran-kemunduran mulai terjadi. Berangsur-angsur wilayah kekuasaan Kerajaan semakin menyempit akibat aneksasi yang dilakukan VOC, sebagai imbalam intervensinya dalam pertengtangan-pertentangan intern Kerajaan Mataram setelah perang Trunojoyo berakhir pada tahun 1678 Mataram harus melepaskan Karawang, sebagian daerah Priangan, dan Semarang. Demikian pula setelah perlawanan Untung Suropati dapat dipadamkan sekitar tahun 1705 daerah Cirebon yang juga mengakui kekuasaan Mataram,juga sisa dari sebagian Priangan, dan sebagian pulau madura dianeksasi oleh Belanda. Setelah perang China pada tahun 1743, seluruh pantai utara Jawa dan seluruh pulau Madura dikuasai oleh Belanda. (Marwati.Nugroho.1990:3)
Pada tahun 1755 terjadi perang Gianti, yang mengakibatkan negara Mataram dipecah menjadi dua, yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Dalam tahun 1757 sampai 1813 wilayah terpecah lagi dengan munculnya kekuasaan Mangkunegara dan Pakualam. Pada masa Gubernur Deandles (1808-1811) dia membuat peraturan baru yakni residen dikerajaan diberi penghormatan sebagai wakil dari suatu kekuasaan yang tertinggi dan menempatkanya sejajar dengan raja. Peraturan itu dapat diterima di Surakarta. Namun tidak demikian di Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono II atau Sultan Sepuh menentang peraturan itu. Deandles menanggapi itu dengan ekspedisi militer, yang dipimpin oleh deandles sendiri. Sang Sultan Sepuh dipaksa turun dari tahtanya. Sebagai pengantinya diangkat putra mahkotanya menjadi raja dengan gelar Hamengkubuwono II atau Sultan Rojo. Akibatnya kedua negara itu terpaksa menerim perjanjian itu. (Marwati.Nugroho.1990:3)
Pada tahun 1812 Inggris merebut Jawa dari tangan Belanda. Mengetahui hal itu, Surakarta dan Yogyakarta ingin memperoleh kekuasaanya kembali. Namun tidak berhasil. Tetapi wilayahnya semakin berkurang. Sultan Sepuh yang sempat diturunkan oleh Belanda, kini menjadi raja lagi. Sang Sultan Sepuh mengajak Sunan Surakarta untuk menentang Inggris. Oleh karena itu Ingris mengambil tindakan kekerasan, dan memaksa Sultan Sepuh untuk turun Tahta lagi. Sebelum turun dari tahtanya, Sultan dan Sunan Surakarta dipaksa menandatangani perjanjian, yang isinya harus menyerahkan sebagian wilayahnya dan kekuasaan pada pangeran Notokusumo yang diangkat oleh Inggris menjadi Pangeran Mangkunegara. (Marwati.Nugroho.1990:4)
Ketika Jawa dikembalikan lagi kepada Belanda, Sunan Surakarta dan Sultan Yogyakarta mencoba memulihkan kekuasaan namun gagal. Di Yogyakarta kebencian terhadap Belanda semakin bertambah, akhirnya meletus perang Diponegoro atau Perang Jawa. Setelah perang Diponegoro selesai, wilayah Surakarta ataupun Yogyakarta semakin menyempit, hanya meliputi Daerah Pajang, Mataram, Gunung Kidul, dan Sukowati. Dan semua persoalan pemerintahan diatur oleh pemerintahan Hindia-Belanda. Bahkan penghasilannya ditentukan oleh Belanda. Pada tahun 1831 di Yogyakarta pangeran Mangkudiningrat dicurigai akan melakukan pemberontakan, akhirnya dia ditangkap dan dibuang. Di Surakarta Sunan Paku Buwono IV diam-diam meninggalkan istana pada tahun 1830.namun sunan dikejar dan ditangkap dan dibuwang ke Ambon. Pangeran Purboyo menjadi Raja bergelar Sunan Paku Buwono VII. Selanjutnya pada tanggal 27 September 1830 diadakan perjanjian yang isinya Sunan Surakarta menguasai Pajang dan Sukowati, sedangkan Sultan Yogyakarta memerintah Mataram dan Gunung Kidul. (Marwati.Nugroho.1990:5)
2) Sistem Pemerintahan Dan Birokrasi Kerajaan Mataram
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram islam adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri sultan. Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.
Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.
Sultan Agung menerapkan peraturan yang bertujuan mencegah perebutan tahta, antara keluarga raja dan putra mahkota. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tapi juga menjadi pusat penyebaran islam.
a. Pejabat-pejabat tinggi dalam Kraton dan daerah Kutagara:
Raja memegang kekuasaan tertinggi dan dibawahnya ada pejabat-pejabat.Dalam pemerintahan dibedakan pemerintah dalam istana atau yang sering disebut peprintah lebet dan pemerintahan luar istana yang disebut peprintah jawi.Dalam pemerintahan didalam dibebankan pada empat orang Wedana Dalam(Wedana lebet)) yaitu,Wedana Gedong Tengen,Wedana Keparak Kiwa,dan Wedana Keparak Tengen,Sebelum tahun 1744 keempat jabatan wedana tersebut terdapat jabatan patih Dalam yang bertugas mengkoordinasi tugas wedana-wedana tersebut. Pada masa Kerta yang menjadi patih lebet Adipati Mandaraka. Pada masa Amangkurat I, Tumenggung Singaranu menjadi patih lebet.
Tetapi sejak tahun 1775 jabatan patih lebet dihapuskan.Para wedana lebet biasanya bergelar Tumenggung atau Pangeran (kalau masih berkeluarga raja).Tiap-tiap wedana lebet ini dibantu oleh seorang kliwon (pepatih atau lurah carik) yang biasanya bergelar Ngabehi, seorang kebayan (juga bergelar Ngabehi, Rangga atau Raden) dan 40 orang mantri-mantri jajar. Untuk mengurusi daerah kota (Kutanegara) raja menunjuk 2 orang wedana miji (miji = memilih, jadi wedana yang dipilih untuk tugas-tugas tertentu). Wedana-wedana miji ini langsung dibawah perintah raja. Kedudukan wedana miji di zaman modern hampir sama dengan wali kota (sebagai stadholder in the city).
(http://kumpulantugassejarah.blogspot.com/2011/07/sistem-pemerintahan-mataram-islam.html di unduh pada Kamis,20 September 2013.jam 14.00.wib)
b. Pejabat-pejabat wilayah Negara Agung
Diwilayah Negara agung tiap-tiap daerah bagian dikepalai oleh Wedana Luar(Wedana Jawi).Sesuai dengan nama daerah-daerah bagian tersebut,maka terdapat sebutan Wedana Bumi,Wedana Sewu,Wedana Numbak Anyar,Wedana siti Anyar,Wedana Siti Ageng Kiwa,Wedana Siti Ageng Tengen,Wedana Panumping,dan Wedana Panekar.Wedana-wedana ini juga dibantu oleh seorang kliwon,seorang kebayan dan 40 orang mantri jajar. (http://kumpulantugassejarah.blogspot.com/2011/07/sistem-pemerintahan-mataram-islam.html di unduh pada Kamis,20 September 2013.jam 14.00.wib )
c. Pejabat-pejabat di wilayah Mancanagara
Daerah-daerah di mancanegara baik kulon maupun wetan, masing-masing dikepalai oleh seorang bupati atau lebih (dalam Surat Pustaka Radja Puwara istilahnya juga wedana), yang biasanya berpangkat Tumenggung atau Raden Arya. Jumlah bupati yang mengepalai tiap-tiap daerah tidak sama, tergantung pada luas dan tidaknya daerah itu.
Daerah yang tidak luas cukup dikepalai oleh seorang mantri atau seorang kliwon. Para bupati mancanagara tersebut di bawah pengawasan seorang wedana bupati mancanagara.(Marwati,Nugroho,1993=12)
d. Pejabat-pejabat di daerah Pasisiran
Tiap-tiap daerah di pasisiran juga dikepalai oleh seorang bupati atau syahbandar, berpangkat Tumenggung. Kyai Demang atau Kyai Ngabehi. Sebagai contoh misalnya Bupati Pasisiran Jepara ialah Ngabehi Martanata (1657), Bupati Semarang Kyai Ngabehi Wangsareja, Bupati Demak Tumenggung Suranata. Dalam tahun 1618 sebagai Bupati Pasisiran Jepara Ulubalang Kojah (keturunan India), dalam tahun 1631-1636 dijabat oleh Kyai Demang Leksmana. Meskipun bupati-bupati atau syahbandar itu mempunyai kekuasaan memerintah dalam daerah wewenangnya, tetapi mereka tidak lepas dan pengawasan pejabat-pejabat tinggi yang ada di Kutagara.(Marwati,Nugroho,1993=11)
e. Jabatan-jabatan yang lebih rendah:
Di samping jabatan-jabatan tinggi pemerintahan seperti tersebut di muka masih terdapat jabatan-jabatan tengahan dan rendahan yang jumlahnya sangat besar.Serat Wadu Adji maupun Serat Radja Kapa-kapa memberikan uraian tentang nama-nama pangkat punggawa raja (abdi dalem) tersebut dengan arti dan tugasnya.Jabatan-jabatan yang berhubungan dengan pamong praja antara lain : Panewu, Panatus, Paneket, Panalawe, (Penglawe), Panigangjung, Panakikil. Yang berhubungan dengan Keagamaan: Pengulu, Ketib, Modin, Marbot, Naib, Suranata dan sebagainya (mereka sering disebut abdi dalem Pamethakan/Mutihan).
Yang berhubungan dengan pengadilan: Jaksa, Mertalutut (tukang menghukum gantung), Singanegara (tukang menghukum dengan senjata tajam). Yang berhubungan dengan keuangan: Pemaosan (yang mengumpulkan pajak tanah), Melandang (yang memungut hasil bumi berupa padi, palawija dan sebagainya untuk disetorkan ke kraton, dan lain-lain). Yang berhubungan dengan perlengkapan: Pandhe (pekerja barangbarang dan besi), Kemas (pekerja barang-barang dan emas), Genjang (pekerja barang-barang selaka), Sarawedi (pekerja intan), Gemblak (pekerja kuningan), Sayang (pekerja tembaga), Gajahmati (pembuat cemeti, barang-barang anyaman, amben dan sebagainya), Gendhing (tukang membuat gamelan), Inggil (tukang merawat gamelan), Blandhong (pencari kayu), Kemit Bumi (tukang membersihkan dalam cepuri dan mengangkut barang-barang), Palingga (tukang membuat batu bata), Wegeg (tukang membuat batu nisan), Marakeh (pembuat gunting), Jlagra (pembuat barang-barang dan batu seperti umpak dan sebagainya), Undhagi (tukang ukir kayu), Gerji (tukang jahit) dan lain-lain.(Marwati,Nugroho,1993=17)
3) Masyarakat Kerajaan Mataram Islam
Masyarakat Mataram Islam terbagi menjadi orang besar(wong gede) yang terdiri golongan yang memerintah. Dan orang kecil (wong cilek) yang terdiri dari rakyat biasa, yang jumlahnya sangat banyak. Dan ada golongan menengah yang terdiri dari orang yang memerintah di daerah. Selain itu juga ada golongan Budak atau buruh. Sebagian besar masyarakat Mataram bekerja sebagai petani. Karena kondisi geografisnya sangat subur. Namun petani dianggap golongan bawah.
Sedangkan kedudukan pedagang masih dibawah pejabat-pejabat pemerintah. Sehingga banyak para pedagang mendekati para priyayi ataupun abdi dalem, dengan harapan hubungan yang yang lebih erat melalui tali perkawinan. Dengan demikian secara otomatis derajat pedagang itu akan terangkat.
Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Sultan Agung
Kemajuan yang dicapai meliputi kemajuan di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya, yaitu :

a. Bidang Politik
Kemajuan politik yang dicapai Sultan Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang Belanda di Batavia.
• Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha inidimulai dengan menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang,Pasuruhan, kemudian Surabaya. Salah satu usahanya mempersatukan kerajaan Islamdi Pulau Jawa ini ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu Wandansar.
• Anti penjajah Belanda
Sultan Agung adalah raja yang sangat benci terhadap penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan yang kedua tahun 1629. Kedua penyerangan ini mengalami kegagalan.Adapun penyebab kegagalannya, antara lain:
a. Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan prajurit mataram. Mereka harus menempuh jalan kaki selama satu bulan dengan medan yang sangat sulit
b. Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah.
c. Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang dimiliki kompeni Belanda yang serba modern.
d. Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan meninggal, sehingga semakin memperlemah kekuatan.
e. Portugis bersedia membantu Mataram dengan menyerang Batavia lewat laut,sedangkan Mataram lewat darat. Ternyata Portugis mengingkari. Akhirnya Mataram dalam menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.
f. Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak menadakan kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda. Waktu itu mereka saling bersaing.
g. Sistem koordinasi yang kurang kompak antara angkatan laut dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut mengadakan penyerangan lebih awal sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui Belanda.
h. Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi, sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya.
b. Bidang Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal berikut ini:
– Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
– Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik,tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.

c. Bidang sosial Budaya
Kemajuan dalam bidang sosial budaya meliputi hal-hal berikut:
1.Timbulnya kebudayaan kejawen
Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi antara kebudayaan asli Jawa denganIslam. Misalnya upacara Grebeg yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama Islam. Sampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan sebagainya.
2.Perhitungan Tarikh Jawa
Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah).Sejak tahun 1633 M (1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah). Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian dikenal sebagai“tahun Jawa”.
3.Berkembangnya Kesusastraan Jawa
Pada zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat,termasuk di dalamnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan.Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik.Pengaruh Mataram mulai memudar setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 M.Selanjutnya, Mataram pecah menjadi dua, sebagaimana isi Perjanjian Giyanti (1755) berikut:
– Mataram Timur yang dikenal Kesunanan Surakarta di bawah kekuasaan Paku Buwono III dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
– Mataram Barat yang dikenal dengan Kesultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahannya di Yogyakarta.Perkembangan berikutnya, Kesunanan Surakarta pecah menjadi dua yaitu Kesunanan dan Mangkunegaran (Perjanjian Salatiga 1757). Kesultanan Yogyakarta juga terbagi atas Kesultanan dan Paku Alaman. Perpecahan ini terjadi karena campur tangan Belanda dalam usahanya memperlemah kekuatan Mataram, sehingga mudah untuk di kuasai.Sultan Agung meninggal pada Februari 1646. ia dimakamkan di puncak Bukit Imogiri, Bantul ,Yogyakarta. Selanjutnya,Mataram diperintah oleh putranya, SunanTegalwangi, dengan gelar Amangkurat I ( 1646 – 1677).
Dalam masa pemerintahan Amangkurat I, kerajaan mataram mulai mundur. Wilayah kekuasaan mataram berangsur-angsur menyempit karena direbut oleh kompeni VOC. Yang paling mengenaskan, pada tahun1675, Rade Trunajaya dari Madura memberontak. Pemberontakannya demikian tak terbendung, sampai-sampai Trunajaya berhasil menguasai keraton Mataram yang waktu ituteletak di Plered. Amangkurat terlunta-lunta mengungsi, dan akhirnya meninggal di Tegal.Sepeninggal Amangkurat I, Mataram dipegang oleh Amangkurat II yang menurunkanDinasti Paku Buwana di Solo dan Hamengku Buwana di Yogyakarta.

Amangkurat II meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunajaya. Setelah berakhirnya Perang Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram semakin terpecah belah. Berdasarkan perjanjian giyanti, mataram dipecah menjadi dua, yakni mataram sukrakarta dan mataram yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegara dan pakualaman. Di masa pemerintahan Hindia Belanda, keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai vorstenlanden. Saat ini, keempat pecahan Kesultanan Mataram tersebut masih melanjutkan dinasti masing-masing. Bahkan peran dan pengaruh pecahan mataram tersebut, terutama kesultanan Yogyakarta masih cukup besar dan diakui masyarakat.

Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan,dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk

Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram. Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.

4) Puncak Kejayaan Mataram Islam
Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat. Pada waktu itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie ) Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat anti kolonialisme itumenyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto sepertiyang dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa kerajaan Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi,dan tidak terbagi-bagi.
5) Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.
Setelah Sultan Agung, raja Mataram berikutnya adalah Sunan Amangkurat I (1645-1677). Pada masa pemerintahannya, masa kejayaan Mataram pun lambat laun mulai pudar. Raja-raja berikutnya juga tidak mampu membawa Mataram kembali ke masa jayanya. Daerah-daerah yang selama ini berada di bawah kekuasaan Mataram, satu per satu berusaha memisahkan diri.
Akhirnya, setelah dikacau berbagai pemberontakan, seperti Pangeran Trunojoyo dari Madura yang mendirikan keratonnya di Kediri (1677-1680) dan Untung Surapati yang kemudian berkeraton di Pasuruan (1686-1703), Mataram pun terjerumus dalam 3 perang suksesi, yang berakhir dengan Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian Salatiga (1757).
Ya, apa yang telah dilakukan oleh raja-raja pertama relatif menjadi tidak berarti lagi setelah dibuatnya perjanjian Giyanti dan Salatiga. Padahal, politik luar negeri yang dilakukan dengan cara ekspansi telah berhasil membawa Mataram menjadi sebuah kerajaan besar, yang mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Sultan Agung. Namun sekali lagi, Perjanjian Giyanti dan Salatiga telah mengakibatkan Mataram runtuh, sehingga punahlah impian para raja pertama akan pembentukan kesatuan Jawa. Ditambah pula dengan pecahnya Keraton Yogyakarta, maka agaknya kesatuan Jawa seperti yang diimpikan oleh para raja pertama, hanyalah sekedar impian yang tidak pernah terwujud

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
• Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede.
• Sistem pembagian wilayah pada awal abad ke-18 mengalami perubahan dengan adanya pengaruh kekuasaan VOC. Setelah raja Sultan Agung wafat, kemunduran-kemunduran mulai terjadi. Berangsur-angsur wilayah kekuasaan Kerajaan semakin menyempit akibat aneksasi yang dilakukan VOC, sebagai imbalam intervensinya dalam pertengtangan-pertentangan intern Kerajaan Mataram setelah perang Trunojoyo berakhir pada tahun 1678 Mataram harus melepaskan Karawang, sebagian daerah Priangan, dan Semarang
• Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tapi juga menjadi pusat penyebaran islam.
• Masyarakat Mataram Islam terbagi menjadi orang besar(wong gede) yang terdiri golongan yang memerintah. Dan orang kecil (wong cilek) yang terdiri dari rakyat biasa, yang jumlahnya sangat banyak.
• Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Mataram pun terjerumus dalam 3 perang suksesi, yang berakhir dengan Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian Salatiga (1757).

B. SARAN

Dalam menulis sejarah perlu unsur 5W+1H, agar bisa dimengerti secara mudah. Mugkin dalam makalah ini belum memenuhi unsur tersebut. Maka dari itu untuk membuat makalah ini lebih baik,penulis tidak menutup kemungkinan pemberian kritik dan saran yang membangun dari pembaca.semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
M.C.Ricklefs.1998.Sejarah Nasional Indonesia IV.Yogyakarta:UGM.
M.Junaedi A.S.2007.Sejarah Nasional Indonesia:Pra-Sejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan.Jakarta:PT.Mapan.
Marwati.Nugroho.1993. Sejarah Nasional Indonesia IV.Jakarta:Balai Pustaka.
(http://kumpulantugassejarah.blogspot.com/2011/07/sistem-pemerintahan-mataram-islam.html). Diakses pada hari Kamis,20 September 2013.jam 14.00.wib
Sejarahkabupatenmadiun,1980,http:/satriotomo-gombal.blogspot.com/2011/11/madiun-dalam-palihan-nagari-mataram.html. Diakses pada hari Kamis,20 September 2013.jam 14.00.wib.

About rharajingga

mahasiswa universitas negeri semarang,fakultas ilmu sosial,pendidikan sejarah 2012

Leave a comment